-->

IFAC Code of Ethics

IFAC Code of Ethics (Part A. General Application of Code dan Part C. Professional Accountants in Business)

Setelah melalui serangkaian proses yang relatif panjang dan lama, risikonya pada Agustus 2008, Dewan Standar Profesional Akuntan Publik-Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP-IAPI) berhasil menyelesaikan Eksposure Draft Kode Etik Profesi Akuntan Publik Indonesia yang gres tersebut setelah mendapatkan jawaban dan koreksi dari banyak sekali kalangan, pada Rapat Pleno Pengurus IAPI tanggal 14 Oktober 2008 disahkan menjadi Kode Etik yang gres dan akan dinyatakan efektif pada 1 Januari 2010.

Draf Kode Etik ini direncanakan akan menggantikan Kode Etik yang ketika ini berlaku, yaitu yang merupakan gabungan dari Aturan Etika yang ada dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) serta Prinsip Etika yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Kode Etik yang ketika ini berlaku mulai efektif pada Mei 2000, bersumber dari Kode Etik AICPA Edisi Juni 1998. Sedangkan draf Kode Etik yang gres bersumber dari Code of Ethics for Proffesionals Accountants yang diterbitkan oleh the Internationals Ethics Standards Board for Accounting (IESBA-IFAC) Edisi tahun 2008. Pada teks aslinya, Code of Ethics yang diterbitkan IFAC terdiri dari 3 bagian, masing-masing:

1. Bagian A (General Application of the Code);
2. Bagian B (Proffesional Accountants in Public Practice);
3. Bagian C (Proffesional Accountants in Business)

Namun sebab dipandang bahwa adegan C belum relevan untuk diadopsi oleh IAPI, maka hanya adegan A dan adegan B yang ketika ini dipersiapkan akan diadopsi, selesai diterjemahkan, dimodifikasi, dan disajikan eksposure draftnya.

Keterterapan Kode Etik yang gres lebih luas daripada Kode Etik yang ketika ini berlaku. Jika Kode Etik yang ketika ini berlaku hanya untuk anggota IAPI dan Staf Profesional yang bekerja pada KAP, sedangkan Kode Etik yang gres akan diberlakukan kepada setiap individu dalam KAP atau jaringan KAP, baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI yang menunjukkan jasa assurance dan jasa non-assurance seperti tercantum dalam standar profesi maupun Kode Etik Profesi Akuntan Publik (dalam draf Kode Etik individu tersebut disebut “Praktisi”), serta kepada seluruh anggota IAPI yang tidak berada pada KAP atau jaringan KAP dan tidak menunjukkan jasa profesional menyerupai tersebut, anggota IAPI ini diharuskan untuk mematuhi adegan A dan Kode Etik ini.

Terdapat beberapa perbedaan antara Draf Kode Etik dengan Kode Etik Akuntan Publik yang ketika ini berlaku, 5 diantara perbedaan tersebut yaitu :

1. Jumlah paragrafnya (pada draf Kode Etik yang gres terdapat 266 paragraf, sedangkan Kode etik yang ketika ini berlaku hanya 44 paragraf);

2. Isi draf Kode Etik yang gres memuat banyak hal yang bersifat principle base ini selalu menjadi ciri dari pernyataan (pronoucements) standar yang diterbitkan oleh IFAC. Sifat yang sama juga dijumpai pada teks IFRS, maupun ISA;

3. Draf Kode Etik mengharuskan Praktisi selalu menerapkan Kerangka Konseptual untuk mengidentifikasi bahaya (threat) terhadap kepatuhan pada prinsip dasar serta menerapkan pencegahan (safeguards). Pada Kode Etik yang ketika ini berlaku tidak menguraikan problem budpekerti dengan sistematika identifikasi bahaya dan pencegahan. Identifikasi bahaya dan pencegahan selalu disebutkan dalam adegan B Kode Etik, yaitu harus dilakukan ketika Praktisi terlibat dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya;

4. Aturan budpekerti mengenai independensi disajikan dengan sangat rinci. Seksi 290 mengenai Independensi memuat 162 paragraf, padahal Kode Etik yang ketika ini berlaku hanya 1 paragraf, yaitu pada Aturan Etika seksi 100; dan

5. Dimasukkannya aturan mengenai Jaringan KAP dalam Kode Etik.

Dengan melihat 5 perbedaan itu saja, tentu Praktisi Akuntan Publik sudah harus menyiapkan diri dengan Kode Etik yang baru. Paragraf yang lebih banyak memberi beban lebih banyak untuk dibaca dan dipahami, ditambah lagi dengan sifat isinya yang principle base menurut Praktisi untuk lebih seksama menafsirkan setiap isi dari Kode Etik tersebut. Namun demikian, jumlah paragraf yang lebih banyak serta bersifat principle base ini tidak serta merta akan menyulitkan bagi Praktisi, sebab dalam banyak hal bukan tidak mungkin justru menunjukkan kejelasan dibandingkan dengan Kode Etik yang ketika ini berlaku yang lebih sederhana.

Draf Kode Etik terdiri dari 2 adegan yaitu:
1. Bagian A memuat Prinsip Dasar Etika Profesi dan menunjukkan Kerangka Konseptual untuk penerapan prinsip; dan
2. Bagian B memuat Aturan Etika Profesi yang menunjukkan ilustrasi mengenai penerapan kerangka konseptual pada situasi tertentu.

Prinsip Dasar yang disajikan dalam Bagian A terdiri dari 5 prinsip;
1. Integritas
2. Objektivitas
3. Kompetensi dan Kehati-hatian
4. Kerahasiaan
5. Perilaku Profesional

Sedangkan dalam Kode Etik yang ketika ini berlkau terdiri dari 8 prinsip, yaitu;
1. Integritas
2. Objektifitas
3. Kompetensi dan Kehati-hatianProfesional
4. Kerahasiaan
5. Perilaku Profesional
6. Tanggung jawab profesi
7. Kepentingan Publik
8. Standar Profesi

Adapun dalam Kerangka Konseptual yang tercantum dalam adegan A, paragraf 100.6, ditetapkan kewajiban Praktisi untuk mengevaluasi setiap bahaya terhadap kepatuhan pada prinsip dasar budpekerti profesi ketika ia mengetahui, atau seharusnya dapat mengetahui, keadaan atau kekerabatan yang dapat menimbulkan pelanggaran terhadap prinsip dasar.

Evaluasi bahaya sebagaimana disebutkan dalam paragraf 100.6 ini menunjukkan catatan kepada Praktisi untuk tidak hanya mendapatkan gosip atas adanya bahaya terhadap kepatuhan pada prinsip dasar, tetapi juga harus mengupayakan untuk mengetahui atas sesuatu yang bekerjsama dapat diketahui yang merupakan bahaya terhadap prinsip dasar tersebut.

Ancaman terhadap prinsip dasar sebagaimana dimaksud dalam Kode Etik ini diklasifikasikan menjadi 5 jenis ancaman, terdiri dari:
1. Ancaman Kepentingan Pribadi
2. Ancaman Telaah Pribadi
3. Ancaman Advokasi
4. Ancaman Kedekatan
5. Ancaman Intimidasi

Sedangkan pencegahan yang dapat menghilangkan bahaya tersebut, atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundang-undangan, atau peraturan; dan
2. Pencegahan dalam lingkungan kerja.

Dalam adegan B draf Kode Etik, pencegahan yang dibahas yaitu pencegahan dalam lingkungan kerja. Sedngakan pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundang-undangan, atau peraturan cukup disebutkan dalam adegan A, paragraf 100.12.

Bagian B Kode Etik memuat Aturan Etika Profesi yang terdiri dari 10 seksi yang tersebar dalam 224 paragraf. Bagian B menunjukkan ilustrasi perihal penerapan kerangka konseptual dan contoh-contoh pencegahan yang diharapkan untuk mengatasi bahaya terhadpa kepatuhan pada prinsip dasar. Karena sifatnya contoh-contoh, maka untuk menghindari semoga tidak keliru penafsirannya oleh Praktisi, maka paragraf 200.1 dijelaskan bahwa setiap situasi ynag dihadapi Praktisi yang dapat menimbulkan bahaya terhadap kepatuhan pada prinsip dasar. Oleh sebab itu, tidak cukup bagi Praktisi untuk hanya mematuhi contoh-contoh yang diberikan, melainkan harus juga menerapkan kerangka konseptual dalam setiap situasi yang dihadapinya.

Pada adegan awal dari adegan B, seksi 200, disebutkan 5 jenis ancaman, serta contoh-contoh dari bahaya tersebut. Kemudian diberikan rujukan pencegahan dalam lingkungan kerja, yang dibedakan atas:
1. Pencegahan pada tingkat institusi dalam lingkungan kerja, dan
2. Pencegahan pada tingkat perikatan dalam lingkungan kerja.

Contoh pencegahan tingkat institusi dalam lingkungan kerja antara lain;
1. Kepemimpinan KAP atau Jaringan KAP yang menekankan pentingnya kepatuhan pada prinsip dasar;
2. Kepemimpinan KAP atau Jaringan KAP yang memastikan terjaganya tindakan untuk melindungi kepentingan publik oleh anggota tim assurance.
3. Kebijakan dan prosedur untuk menerapkan dan memantau pengendalian mutu perikatan.

Contoh pencegahan tingkat perikatan dalam lingkungan kerja, antara lain:
1. Melibatkan Praktisi lainnya untuk menelaah hasil pekerjaan yang telah dilakukan atau untuk menunjukkan saran yang diperlukan;
2. Melakukan konsultasi dengan pihak ketiga yang independen, menyerupai komisaris independen, organisasi profesi, atau praktisi lainnya, dan
3. Melibatkan KAP atau Jaringan KAP lain untuk melaksanakan atau mengerjakan kembali suatu adegan dari perikatan. Dalam hal pencegahan ini, mungkin saja klien sudah memiliki sistem pencegahan sendiri, misalnya a) Pihak dalam organisasi klien selain administrasi meratifikasi atau menyetujui penunjukkan KAP atau Jaringan KAP, b) Klien memiliki karyawan yang kompeten dengan pengalaman dan senioritas yang memadai. Dalam hal demikian Praktisi dapat mengendalkan pada sistem pencegahan klien, namun demikian tidak boleh hanya mengandalkan pada pencegahan klien tersebut,
Seksi-seksi selanjutnya di Bagian B, menyerupai pada seksi 210 s.d 290, menguraikan banyak sekali potensi bahaya terhadap keptatuhan pada prinsip dasar yang dapat terjadi pada banyak sekali situasi ketika Praktisi melaksanakan pekerjaan profesionalnya. Kemudian dijelaskan pencegahan yang disarankan untuk mengatasi bahaya tersebut, sehingga bahaya tersebut dapat dihilangkan atau dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima. Adalah kewajiban Praktisi untuk selalu mengidentifikasi ancaman, mengevaluasi signifikasinya, dan jikalau bahaya tersebut merupakan bahaya selain bahaya yang secara terang tidak signifikan, maka pencegahan yang sempurna harus diterapkan untuk menghilangkan bahaya tersebut atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima. Apabila bahaya tersebut tidak dapat dikurangi, maka Praktisi harus menolak untuk mendapatkan suatu perikatan atau mengundurkan diri dari perikatan tersebut.

Dalam hal penerimaan klien misalnya, bahaya kepentingan eksklusif terhadap kompetensi dan sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional dapat terjadi ketika tim perikatan tidak memiliki kompetensi yang diperlukan. Pencegahan yang disarankan misalnya a) memperoleh pemahaman yang memadai mengenai sifat dan kompleksitas bisnis klian, b) memperoleh pengetahuan yang relevan mengenai industri, menggunakan tenaga hebat jikalau diperlukan, dan sebagainya. Dalam hal diminta menunjukkan pendapat kedua mengenai penerapan akuntansi, audit aatas transaksi tertentu oleh pihak lain selain klien, maka bahaya terhadap kompetensi, sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional dapat terjadi. Pencegahan yang disarankan misalnya a) meminta persetujuan klien untuk menghubungi Praktisi yang menunjukkan pendapat pertama, b) menjelaskan mengenai keterbatasan pendapat yang diberikan kepada klien, dan sebagainya.

Dalam penentuan imbalan jasa profesional, bahaya kepentingan eksklusif terhadap kompetensi dan sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional dapat terjadi ketika besaran imbalan jasa profesional sedemikian rendahnya, sehingga dapat menimbulkan tidak dapat dilaksanakan perikatan dengan baik sesuai standar teknis dan profesi.

Pencegahan yang disarankan misalnya a) membuat klien menyadari persyaratan dan kondisi perikatan, terutama dasar penentuan imbalan, dan jenis dan ruang lingkup penugasan, b) mengalokasikan waktu yang memadai dan menggunakan staf yang kompeten dalam perikatan tersebut.

Penerimaan hadiah atau bentuk keramah-tamahan (hospitality) dari klien dapat menimbulkan bahaya terhadap prinsip objektifitas. Pencegahan harus diterapkan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya tersebut. Ancaman kepada kepatuhan pada prinsip dasar objektifitas dapat terjadi sebab kedekatan, menyerupai kekerabatan keluarga, kekerabatan kedekatan eksklusif atau bisnis. Pencegahan yang disarankan antara lain: a) menerapkan prosedur penyeliaan yang memadai, b) menghentikan kekerabatan keuangan dan kekerabatan bisnis yang dapat menimbulkan ancaman.

Seksi 290 menjelaskan dengan sangat rinci persyaratan independensi bagi Tim Assurance, KAP, dan Jaringan KAP. Seksi yang terdiri dari 162 paragraf ini mengatur persyaratan independensi pada perikatan assurance serta perikatan non-assurance pada klien assurance. Pengertian independensi sebagaimana disebutkan dalam seksi ini yaitu independensi dalam pedoman (independence of mind), dan independensi dalam penampilan (independence in appearance). Pengertian kedua independensi tersebut disajikan pada paragraf 290.8. Sebagai catatan, kita tahu bahwa dalam Kode Etik yang berlaku ketika ini independensi tersebut terdiri dari independence in fact dan independence in appearance.

Berbeda dengan Kode Etik yang ketika ini berlaku, seksi 290 draf Kode Etik secara terang memberi aturan perihal independensi bukan hanya anggota IAPI atau staf profesional yang bekerja pada suatu KAP, tetapi juga kepada KAP yang berada dalam suatu jaringan, dan Jaringan KAP. Istilah Jaringan didefinisikan dalam paragraf 290.14 sebagai suatu struktur yang lebih besar yang dibentuk dengan tujuan untuk melaksanakan kerjasama diantara entitas-entitas dalam struktur tersebut dan secara jelas:

1. Berbagi pendapatan atau beban;
2. Memiliki kepemilikan, pengendalian, atau administrasi bersama;
3. Memiliki kebijakan dan prosedur pengendalian mutu bersama;
4. Memiliki taktik bisnis bersama;
5. Menggunakan nama merk bersama; atau
6. Berbagi sumber daya yang profesional yang signifikan.

Pada paragraf 290.14 juga disajikan pengertian dari Jaringan KAP. Menurut Kode Etik ini, suatu KAP ynag berada dalam suatu Jaringan atau Jaringan KAP harus menjaga independensinya terhadap setiap klien audit laporan keuangan yang menjadi klien dari setiap KAP atau Jaringan KAP yang terdapat dalam jaringan tersebut.

Pada paragraf 290.100 s.d 290.214 diberikan ilustrasi ancaman-ancaman terhadap independensi dalam Perikatan Assurance dan pencegahannya. Ancaman tersebut diilustrasikan timbul ketika adanya:
1. Kepentingan keuangan;
2. Pinjaman dan penjaminan yang diberikan oleh Klien Assurance;
3. Hubungan bisnis yang erat dengan Klien Assurance ;
4. Hubungan keluarga dan kekerabatan eksklusif dengan Klien Assurance;
5. Personil KAP yang bergabung dengan Klien Assurance;
6. Personil Klien Assurance yang bergabung dengan KAP;
7. Rangkap jabatan personil KAP sebagai Direktur atau Pejabat Klien Assurance;
8. Keterkaitan yang cukup lama antara personil senior KAP dengan Klien Assurance.

Dalam hal adanya personil KAP yang bergabung dengan Klien Assurance, yang hal ini sering terjadi, pada paragraf 290.144 diuraikan bahwa pencegahan yang dianjurkan meliputi antara lain:
1. Mempertimbangkan kelayakan atau kebutuhan untuk memodifikasi rencana kerja perikatan assurance;
2. Menugaskan tim assurance yang setidaknya memiliki pengalaman yang setara dengan pengalaman individu tersebut untuk perikatan assurance;
3. Melibatkan praktisi lain yang tidak terlibat dalam perikatan assurance untuk menelaah pekerjaan yang telah dilakukan personal KAP yang bersangkutan; atau
4. Menelaah pengendalian mutu perikatan.

Selain mengenai bahaya terhadap independensi dalam perikatan assurance dan pencegahannya yang diuraikan pada paragraf 290.100 s.d 290.157, seksi 290 juga menunjukkan ilustrasi bahaya dan pencegahannya pada Pemberian Jasa Profesional selain Jasa Assurance kepada Klien Assurance (par 290.158 s.d 290.205), Imbalan Jasa Profesional (par 290.206 s.d 290.212), Penerimaan Hadiah atau bentuk keramah-tamahan Lainnya (par 290.213), dan Litigasi dan Ancaman Litigasi (par 290.214).

Membaca draf Kode Etik Profesi Akuntan Publik dari adegan awal sampai akhir, sebanyak 266 paragraf memang bukanlah hal yang ringan, namun dari teks Kode Etik ini dapat menunjukkan gambaran bahwa betapa banyaknya rambu-rambu yang harus dipatuhi Praktisi semoga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Sebuah gambaran betapa besarnya tanggung jawab Profesi Akuntan Publik dalam menjalankan profesinya. Dengan banyaknya Kode Etik yang bersifat Principle base, Praktisi tidak hanya dituntut untuk membaca apa yang tertulis dalam teks Kode Etik, namun juga harus bisa menafsirkan makna yang tersirat di dalamnya. Akhirnya, dengan selesainya exposure draft Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang baru, kita berharap Akuntan Publik Indonesia dapat mempersiapkan diri utnuk memahami dan mengimplementasikannya dalam tugas-tugas profesinya, dan Akuntan Publik Indonesia melangkah maju ke arah yang lebih baik dan mencapai martabat yang lebih tinggi sejalan dengan misi IAPI untuk menjadikan Akuntan Publik Indonesia memiliki kesetaraan dalam kualitas dan kompetensi sesuai dengan standar profesi internasional.

0 Response to "IFAC Code of Ethics"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel