-->

Contoh Makalah Pendidikan Anak Usia Dini


Sebagai materi referensi, berikut ini admin membuatkan contoh makalah pendidikan anak usia dini atau yang disingkat PAUD. Sebagai kegiatan studi yang terbilang gres di perguruan tinggi tinggi, sangat diharapkan rujukan yang memadai terkait dengan banyak sekali problematika yang dihadapi dalam pendidikan anak usia dini.

Contoh makalah PAUD berikut ini semoga menjadi salah satu masukan bagi para mahasiswa yang tengah menuntaskan kiprah kuliah atau menambah wawasan. Dalam contoh makalah pendidikan anak usia dini berikut kami mengangkat tema “Urgensi Cerita Terhadap Pembentukan Pribadi Anak”

A. PENDAHULUAN
 

Jauh sebelum kebudayaan Barat dengan dunia pendidikannya meng­amati dan mengkaji perkembangan anak, dan di banyak sekali kebudayaan tersebut gres terwujud psikologi dan ceritera rakyat wacana anak, kebudayaan Islam dengan aliran agama fitrah telah mengatur kehidupan ini sesuai dengan fitrah insan yang meliputi juga pelaksanaan pendidikan anak.

Berbeda dengan kebudayaan Barat, maka kebudayaan Islam telah mempersatukan metode ilmu pengetahuan dan kemampuan rasio, dengan pemikiran yang metafisik dan perasaan subjektif. Kaidah­-kaidah budi dan kemampuan ilmu pengetahuan oleh Islam dipersatukan dengan suatu ikatan ketentuan agama dengan dasar kebudayaan yang erat sekali (Haekal, 1992). Hal ini disebabkan lantaran agama dan kebudayaan yang telah dibawa Muhammad SAW kepada umat insan melalui wahyu Tuhan itu begitu terpadu sehingga merupakan keteladanan bagi corak kehidupan tersebut.

contoh makalah pendidikan anak usia dini Contoh Makalah Pendidikan Anak Usia DiniDisamping fakta tersebut, dalam konteks makalah ini perlu disebut pula bahwa sangat harmonis dengan pemikiran Islam untuk menyatukan kemampuan rasional dan ilmu pengetahuan dengan dimensi perasaan dan metafisika, maka dalam mengamati dan menilai sikap dan eksklusif anak, pendekatan umum utama yaitu pendekatan menurut pengukuran objektif perilakunya, disamping aspek subjektif dari pengalaman pribadinya (Jersild, 1975). Kedua dimensi ini masing-masing tercakup dalam kehidupan ilmiah objektif dan daerah afektif dan metafisik.

B. URGENSI CERITA PADA ANAK

Kalau Piaget sebagai tokoh pendidik, psikolog dan matematikus Barat telah mempelajari perkembangan evolusionistis anak secara sekuensial (berurutan), dan telah menemukan kecenderungan dan tahap per­kembangan yang universal serta prinsip-prinsip umum, maka andal tersebut kurang memerhatikan lingkungan kebudayaan, latar belakang keluarga dan riwayat unik serta pengalaman-pengalaman subjektif anak (Jersild, 1975). Namun penelitian mutakhir para humans telah menjajagi banyak sekali tingkat "pengertian" wacana anak dengan meninggalkan pengukuran dan pengamatan objektif semata. Bahkan, pengkajian anak secara saintifik dengan distorsi minimal terhadap interpretasi penghayatannya memerlukan pendekatan yang subjektif dalam arti memahami (verstehen) anak sedemikian, sehingga sanggup menerobos ke dalam (penetrate into) penghayatan pengamalannya. Satu-satunya jalan yaitu "memasuki dunia anak itu melalui kisah sesuai dengan dunia anak," sehingga terjadi pertemuan dan keter­libatan emosi, pemahaman dan keterlibatan mental antara yang bercerita dengan anak. Dengan demikian, terwujudlah pengalaman dua sisi (two-sided experience) antara yang bercerita dengan si anak.

Cerita merupakan wahana yang ampuh untuk mewujudkan pertemuan (encounters) menyerupai itu. Keasyikan dalam menyelami substansi cerita, apalagi di pencerita sanggup demikian dalam menyelami materinya sehingga memasuki dunia minat (center of interest) anak tersebut, dan menghasilkan apa yang oleh Maslow (1968), disebut penghayatan pengalaman yang paling mendalam (peak-experience).

Terjadinya pertemuan tersebut merupakan peluang untuk meng­inkorporasikan segi-segi pedagogic dalam ceritera tersebut, sehingga tanpa disadari kisah tersebut mempengaruhi perkembangan pribadi­nya, membentuk sikap-sikap moral dan keteladanan.

C. PENGARUH CERITA MALAIKAT JIBRIL TERHADAP KEPRIBADIAN ANAK

Pada suatu ketika, tahun 1985 yang lalu, ada serombongan ibu pengajian dari golongan "elit atas" beribadah Umroh di bawah bimbingan ibu guru ngaji sebagai mutawifnya. Pada hari pertama thawaf, dengan tujuh kali mengelilingi Ka'bah orang sudah mulai berdesakan untuk mencium kerikil Hajar-al-Aswad. Tua muda, laki­perempuan, orang yang berbadan besar-kecil, terutama orang Afrika yang berbadan besar, yang berkeringat sehingga amis keringatnya menyengat ke mana-mana, saling mendorong. Seorang ibu di antara rombongan ibu-ibu itu tidak hingga hati mencium kerikil Hajar-al­Aswad tersebut, lantaran didorong dan didesak oleh kelompok orang Afrika, serta merasa agak jijik terhadap mereka, sedangkan ibu lainnya, semua berhasil, paling tidak memegang kerikil Hajar-al-Aswad. Malam hari sesudah sholat isya rombongan berkumpul untuk dibrief oleh gurunya. Maka berceritalah ibu guru tersebut.

"Menurut Haekal (1992); kaum Muslimin yang mula-mula lantaran permusuhan yang begitu bengis dari pihak Quraisy terhadap segala sesuatu yang melanggar paganisma, masih melaksanakan sholat yang sembunyi-sembunyi. Keadaan serupa ini berjalan selama tiga tahun, sementara Islam bagaimanapun juga tambah meluas, terutama di kalangan penduduk Mekkah. Wahyu yang tiba kepada Muhammad SAW makin memperkuat dogma kaum Muslim.

Pada suatu dikala dakwah itu berkembang hingga Madinah. Saudagar-saudagar dan kaum darah biru yang sudah mengenal arti kesucian, sudah menyadari arti kebenaran, pengampunan, dan arti rahmat mulai juga memasuki Masjid di situ. Dengan kegembiraan dan kebahagian diundangnya mereka memasuki pecahan muka masjid tersebut oleh Rasullulah. Datanglah juga seorang pengemis buta sengsara memasuki masjid itu, akan duduk di kalangan orang terkemuka masyarakat tersebut. Agak ragu tadinya saudagar dan kaum darah biru menyilahkan orang tersebut menyandingi mereka, namun alangkah kagetnya ternyata pengemis tersebut berubah menjadi menjadi Malaikat Jibril. Dengan lemah lembut Muhammad SAW memberikan bahwa “kasih saying Al-Khalik Pencipta alam semesta ini yaitu juga bagi kaum sengsara, kaum lemah, dan bahwa aliran Islam yaitu bagi kaya dan miskin, semua orang yang punya maupun tidak punya, yang beriman kepada-Nya."

Ibu dari rombongan elit yang berumroh tersebut terpesona dan sadar diri. Anehnya, pagi harinya, dikala rombongan ibu-ibu tersebut berthawaf lagi, ia sanggup dengan gampang mencium kerikil Hajar-al-Aswad. Rupanya Tuhan telah menunjukkan kebesaran hati pada hambaNya yang menyerahkan hidup semesta ini ke dalam diriNya dan ke dalam jantung kehidupan masing-masing.

Apa yang dialami oleh ibu tersebut di Mekkah Mukarromah kemudian diceritakan kepada putri-putrinya yang besar lengan berkuasa amat mendalam pada perkembangan eksklusif anak-anaknya.

D. PENGARUH KEBUDAYAAN ASING TERHADAP KEPRIBADIAN ANAK

Keluarga merupakan media awal anak mengenal lingkungannya, dari mana ia beranjak untuk mengadakan eksplorasi (penjelajahan) dan menemukan sifat, sikap, dan kemampuanya dalam membedakan banyak sekali objek di dalam lingkungannya. Interaksi antara lingkungan dan faktor hereditas akan berlanjut dalam tumbuh kembang anak dan fungsi keluarga yaitu terutama membangun komunikasi dua arah dalam keterlibatan mental, sosial, emosional, dan mengatasi banyak sekali dilema anak-anaknya. Tugas keluarga ini kemudian sebagian dialihkan kepada sekolah sebagai "perpanjangan" lingkungan rumah. Hubungan dan komunikasi dua arah dalam keterlibatan sosial, emosional dan mental menjadi dasar dari pembelajaran formal di sekolah. Lingkungan rumah atau sekolah yang "salah" (adverse) sanggup menghambat bahkan merusak perkembangan anak, betapa pun secara genetis ia berpotensial. Contoh kasatmata yaitu anak yatim piatu dalam panti asuhan atau anak yang berasal dari keluarga yang sibuk yang tidak mengenal kasih sayang, tidak terpenuhi dorongan emosionalnya dan dikelilingi oleh ketidakpedulian lantaran kesibukan masing-masing anggota keluarga rumah tangga, ataupun kekurangpedulian gurunya dan atau orang renta terhadap tumbuh kembang muridnya. Adakah mengherankan bahwa anak di rumah kemudian memalingkan per­hatiannya ke media elektronik yang disebut TV, dari mana ia memeroleh macam-macam pengalaman lantaran disajikan dalam "bahasa internasional," bahasa yang sanggup ditangkap anak dan memengaruhi kehidupan kejiwaannya dalam suatu situasi kekosongan nilai.

Kini dengan adanya banyak sekali TV swasta dan masuknya budaya aneh melalui parabola, maka dengan gampang terjadi efek kebudayaan aneh setiap harinya kepada kita. Bagi bawah umur banyak sekali ceritera kebudayaan aneh yaitu "makanan" sehari-hari. Meskipun media TV yaitu bukti kasatmata kemajuan teknologi, ada imbas yang kurang balk selain dari pada imbas yang positif dari pengamatan TV tersebut. Dampak kuat sekaligus pada telinga dan penglihatan kita, selain dalam banyak sekali kegiatan pendidikannya menunjukkan dampak positif, juga menjadi "teladan" dalam banyak sekali model eksklusif yang ditayangkan itu. TV hadir di mana-mana, ia mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang bersahabat dan sanggup menambahkan banyak sekali emosi positif maupun negatif. Positif, bila ada pola efek yang baik dalam menumbuhkan harkat dan martabat serta kesan-kesan yang berdampak baik terhadap persepsinya wacana ayah, ibu, guru atau teman-temannya. Negatif, apabila menayangkan tayangan anti sosial dan kekejaman. Era globalisasi telah merambah ke dalam rumah-rumah masyarakat Indonesia golongan mana pun dan keluarga yang terjepit antara perkembangan teknologi dan arcs globalisasi yang tidak sanggup menjalankan fungsinya untuk menampung penghayatan anggota keluarganya dalam merefleksikan kembali banyak sekali kejadian, serta relasi antara sesama manusia, insan dengan peristiwa, maupun insan dan objek sekitarnya. Karenanya masyarakat sangat mendambakan sekolah sebagai "mitranya" dan sesama sentra pendidikan dalam menjalankan fungsi tersebut.

Terlepas dari efek positif yang terkait dengan ekspansi wawasan pengetahuan, banyak sekali efek kisah aneh bila meliputi hal-hal yang negatif (tayangan kekerasan, seks, dan anti sosial lainnya), akan meracuni kehidupan kejiwaan anak.

Oleh karenanya ada beberapa langkah yang sanggup disarankan di sini, antara lain: lantaran efek tersebut datangnya terutama dari media elektronik, yang "ancaman bahayanya" berdampak lebih besar dari bacaan, lantaran selain sering lebih menarik, juga lebih gampang dicerna lantaran disertai gambar-gambar sehingga tidak perlu banyak berpikir, maka sanggup disarankan diantaranya:

  • Dampingi bawah umur pada kala menonton tayangan yang tidak dimaksudkan untuk anak. 
  • Batasi anak menontonTV pada jam-jam yang sesuai. Bila centanya kisah asing, berikan penjelasan-penjelasan untuk diadaptasi kepada kehidupan di Indonesia.  
  • Usahakan juga menyajikan cerita-cerita Indonesia yang mempunyai nilai-nilai kemanusiaan wacana kebaikan dan keburukan menyerupai Bawang Putih, Bawang Merah, dan sebagainya. 
  • Teroboslah (penetrate) dunia anak untuk selalu menjaga supaya kita sanggup mengikuti perkembangannya.
Bagaimana pun juga banyak sekali efek kebudayaan aneh dengan meningkatnya teknologi yang begitu cepat tidak sanggup terelakkan, namun dihentikan kita tidak mempersenjatai anak kita menghadapi infiltrasi tersebut.

E. PENUTUP

Pentingnya kisah pada anak, terutama ceritera yang bernilai tauhid dan budbahasa anak mendekatkan anak pada nilai-nilai fitrahnya, serta
menumbuhkembangkannya secara masuk akal untuk beriman kepada Allah. Selain itu, dengan mengenalkan anak akan eksklusif dan pengalaman hidup Rasulullah
SAW, maka keteladanan eksklusif Rasul kita akan menunjukkan peluang pada anak untuk menumbuhkan sikap tulus dan kesediaan tawakal tanpa dipaksakan.
Sebaliknya, kisah aneh sanggup besar lengan berkuasa positif dan negatif. Pengaruh positif terkait dengan ekspansi wawasan pengetahuan, sedangkan efek negatif terjadi apabila mengandung unsur kekerasan seks dan anti sosial yang akan meracuni kehidupan kejiwaan anak.

Dalam dunia yang serba modern dan masyarakat industri dan pasca industri yang serba canggih ini mempertemukan kepala (c.q.rasio), dengan kata hati, menerobos dunia budi dan anasir perasaan dan dimensi metafisik akan mengakibatkan keserasian jiwa mencapai keikhlasan.

Keikhlasan tidak berarti mengabaikan segala sesuatu yang berharga terperosok nilainya oleh lantaran kita lepaskan begitu saja (Hasan, F., 1975). Sebaliknya, keikhlasan justru meninggikan nilai sesuatu yang kita lepaskan dari keakuan, untuk dipercayakan pada lindungan yang lebih Agung, yaitu pada Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA

  • Haekal, M. H. 1992. Sejarah Hidup Muhammad, cetakan ke 14. Jakarta: Lentera Antar Nusa.
  • Hasan, F., 1975. Pengalaman Seorang Haji, Perlawatan ke Haramain. Jakarta: Bulan Bintang.
  • Jersild, A.T. 1976. Child Psychology, seventh edition, USA: Prentice Hall.
  • Maslow, A. H. 1968. Toward a Psychology of Being. New York: Van Nostrand.
  • Semiawan, C. 1997. Pengaruh TV terhadap Kenakalan Remaja. Seminar LIPI.
  • Semiawan, C. 1994. Urgensi Cerita terhadap Pembentukan Pribadi Anak. Jakarta: Seminar Forum Taushiyah Muslimah V LDK Musholla Mahasiswa IKIP Jakarta: 21 Maret.
Itulah secara sederhana contoh makalah pendidikan anak usia dini. Makalah lainnya sanggup dilihat misalnya pada makalah pendidikan anak usia dini - pola 2 yang mengambil tema: Menemukan Sifat Genius Dalam Diri Setiap Anak.

0 Response to "Contoh Makalah Pendidikan Anak Usia Dini"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel