Contoh Makalah Adat Bisnis Dalam Perspektif Islam
Pada pola makalah etika bisnis berikut mengangkat judul dalam perspektif Islam yakni : Etika Bisnis Dalam Prespektif Al Qur’an Dalam Menyongsong Tantangan Bisnis Di Masa Depan
A. PENDAHULUAN
Bisnis telah menjadi aspek penting dalam hidup manusia. Sangat masuk akal kalau Islam memberi tuntunan dalam bidang usaha. Usaha mencari laba sebanyak-banyaknya bahkan ditempuh dengan cara tidak etis telah menjadi kesan bisnis yang tidak baik. Etika bisnis sangat urgen untuk dikemukakan dalam periode globalisasi yang terjadi di aneka macam bidang dan kerap mengabaikan nilai-nilai etika dan moral. Oleh karenanya, Islam sangat menekankan supaya acara bisnis tidak semata-mata sebagai alat pemuas impian tetapi lebih pada upaya membuat kehidupan seimbang disertai sikap faktual bukan destruktif. Penulisan makalah ini bertujuan mengkaji etika bisnis dari sudut pandang Al Qur’an dalam upaya membangun bisnis Islami menghadapi tantangan bisnis di masa depan. Kesimpulannya, Bisnis dalam perspektif Al Qur’an disebut sebagai acara yang bersifat material sekaligus immaterial. Suatu bisnis bernilai kalau secara seimbang memenuhi kebutuhan material dan spiritual, jauh dari kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Akan tetapi mengandung nilai kesatuan, keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, kebenaran, kebajikan dan kejujuran.
Al Qur’an sebagai sumber nilai, telah menawarkan nilai-nilai prinsipil untuk mengenali perilaku-perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai al-Qur’an khususnya dalam bidang bisnis. Awalnya, etika bisnis muncul ketika kegiatan bisnis kerap menjadi sorotan etika. Menipu, mengurangi timbangan atau takaran, ialah contoh- pola konkrit kaitan antara etika dan bisnis. Fenomena-fenomena itulah yang mengakibatkan etika bisnis menerima perhatian yang intensif sampai menjadi bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri. (George, 1986: 43). Bisnis telah ada dalam sistem dan struktur dunianya yang baku untuk mencari pemenuhan hidup. Sementara, etika merupakan disiplin ilmu yang berisi patokan-patokan mengenai apa-apa yang benar atau salah, yang baik atau buruk, sehingga dianggap tidak seiring dengan sistem dan struktur bisnis (Rahardjo,1995:2). Kesangsian-kesangsian inilah yang melahirkan mitos bisnis amoral atau tak beretika
B. Etika dan Bisnis Dalam Islam
Al-Qur’an dari sudut pandang isinya, lebih banyak membahas tema-tema ihwal kehidupan insan baik pada tataran individual maupun kolektivitas. Hal ini dibuktikan bahwa, tema pertama dan tema terakhir dalam al- Qur’an ialah mengenai sikap insan (Rahman, 1992: 59). Etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti sopan santun istiadat atau kebiasaan (Sonny Keraf, 1991: 14). Dalam pemahaman umum, etika selalu dikaitkan dengan kebiasaan hidup yang baik, yang berlaku pada diri sendiri, dan pada masyarakat. Dalam pengertian yang lain, etika diartikan sebagai sistem atau arahan yang dianut (Dahlan Yacub,2001:154). Terminologi lain yang bersahabat dengan pengertian etika, ialah moralitas. Term ini berasal dari bahasa Latin mos, dan bentuk jamaknya mores, yang berarti sopan santun istiadat atau kebiasaan. Walaupun terminologi ini berasal dari dua bahasa yang berbeda, kedua-duanya mempunyai titik temu, yaitu sopan santun kebiasaan yang baik yang harus dijunjung tinggi oleh individu atau masyarakat. Oleh alasannya ialah itu, individu atau kelompok masyarakat yang tidak menjunjung tinggi nilai tersebut sanggup dikatakan tidak beretika atau tidak bermoral. Dalam bahasa Arab, kata etika atau moralitas disebut al-khuluq dan jamaknya al-akhlaq , yang berarti perjuangan insan untuk membiasakan diri dengan sopan santun istiadat yang baik, mulia dan utama (Al-Raghib,tt:159) Terminologi al-khuluq itu sendiri berasal dari kata dasar al-khalq, yang berarti membuat (Lewis,tt: 520). Dengan demikian seseorang dikatakan berakhlak atau bermoral yang baik, alasannya ialah ia membiasakan diri dengan sopan santun istiadat yang baik, yang seolah-olah ia dilahirkan dan diciptakan dalam keadaan demikian.
Kemudian, bagaimanakah pandangan Al Qur’an ihwal bisnis? Bisnis merupakan salah satu hal yang amat penting dalam kehidupan manusia. Tidak heran kalau Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW memberi tuntunan menyeluruh berkaitan dengan interaksi dalam bidang perjuangan dagang. Rasulullah SAW yang diutus oleh Allah SWT sebagai penyempurna sopan santun juga memberi tuntunan yang berkaitan dengan bisnis. Al-Qur’an dalam mengajak insan untuk mempercayai dan mengamalkan tuntutan-tuntutannya dalamsegala aspek kehidupan seringkali memakai istilah- istilah yang dikenal dalam dunia bisnis, ibarat jual-beli, untung-rugi dan sebagai- nya (al-Taubah, 9: 111). Dari sudut pandang terminologi ihwal bisnis, Al-Qur’an mempunyai istilah-istilah yang mewakili apa yang dimaksud dengan bisnis. Diantaranya ialah al- tijarah, al-bai’u, tadayantum, dan isytara. Istilah tijarah, berawal dari kata dasar tajara, tajran wa tijaratan, yang bermakna berdagang, berniaga. At-tijaratun walmutjar; perdagangan, perniagaan, atti-jariyy wal mutjariyy; mengenai perdagangan atau perniagaaan (al-Munawwir, 1984: 139). Istilah di atas dipahami dalam dua sisi. Pertama, dipahami dengan perdagangan yaitu pada surat al-Baqarah: 282. Kedua, dipahami dengan perniagaan dalam pengertian umum.
Yang menarik dalam pengertian-pengertian ini, dihubungkan dengan konteksnya masing-masing ialah bahwa pengertian perniagaan tidak hanya berafiliasi dengan hal-hal yang bersifat material, tetapi kebanyakan dari pengertian perniagaan lebih tertuju kepada hal yang bersifat immaterial-kualitatif. Yang menunjukkan makna perniagaan dalam konteks material contohnya disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Taubah: 24, an-Nur: 37, al-Jumu’ah: 11. Adapun perniagaan dalam konteks material sekaligus immaterial terlihat pada pemahaman tijarah dalam beberapa ayat Al-Qur’an yaitu dalam surat Fatir: 29. Demikian pula istilah al-bai’ dipakai al-Qur’an, dalam pengertian jual beli yang halal, dan larangan untuk memperoleh atau berbagi harta benda dengan jalan riba. (al-Baqarah: 275).
Adapun istilah baya’tum, bibai’ikum (al-Taubah 9:111) dan tabaya’tum (al- Baqarah: 282), dipakai dalam pengertian jual beli yang dilakukan dengan ketelitian dan dipersaksikan dengan terbuka dan dengan tulisan. Jual beli di sini tidak hanya berarti jual beli sebagai aspek bisnis tetapi juga jual beli antara insan dan Allah yaitu ketika insan melaksanakan jihad di jalan Allah, mati syahid, menepati perjanjian dengan Allah, maka Allah membeli diri dan harta orang mukmin dengan syurga. Jual beli yang demikian dijanjikan oleh Allah dengan syurga dan disebut kemenangan yang besar. Uraian di atas menjelaskan bahwa, pertama, al-Qur’an menawarkan tuntunan bisnis yang terang yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari laba sesaat, melainkan mencari laba yang hakiki baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya. Kedua, Keuntungan bisnis berdasarkan al-Qur’an bukan semata- mata bersifat material tetapi bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih mengutamakan hal yang bersifat immaterial atau kualitas. Ketiga, bahwa bisnis bukan semata- mata berafiliasi dengan insan tetapi juga berafiliasi dengan Allah.
C. Perilaku Bisnis Yang Menyimpang Menurut Al Qur’an
D. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam
E. Upaya Mewujudkan Etika Bisnis Islami Menghadapi Tantangan Bisnis Masa Depan
Karena itu upaya mewujudkan etika bisnis untuk membangun bisnis yang islami yang harus di lakukan ialah pertama, suatu rekonstruksi kesadaran gres ihwal bisnis. Pandangan bahwa etika bisnis sebagai bab tak terpisahkan atau menyatu merupakan struktur mendasar sebagai perubah terhadap anggapan dan pemahaman ihwal kesadaran sistem bisnis amoral yang telah memasyarakat. Bisnis dalam al-Qur’an disebut sebagai acara yang bersifat material sekaligus immaterial. Sehingga suatu bisnis sanggup disebut bernilai, apabila kedua tujuannya yaitu pemenuhan kebutuhan material dan spiritual telah sanggup terpenuhi secara seimbang. Dengan pandangan kesatuan bisnis dan etika, pemahaman atas prinsip-prinsip etika Suatu bisnis bernilai, apabila memenuhi kebutuhan material dan spiritual secara seimbang, tidak mengandung kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Akan tetapi mengandung nilai kesatuan,keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, kebenaran, kebajikan dan kejujuran, dengan demikian etika bisnis sanggup dilaksanakan oleh siapapun. kedua, yang patut dipertimbang- kan dalam upaya mewujudkan etika bisnis untuk membangun tatanan bisnis yang Islami yaitu diharapkan suatu cara pandang gres dalam melaksanakan kajian-kajian keilmuan tentnag bisnis dan ekonomi yang lebih berpijak pada paradigma pendekatan normative etik sekaligus empirik induktif yang mengedepankan penggalian dan pengembangan nilai-nilai Al Qur’an, supaya sanggup mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang semakin cepat. Atau dalam kategori pengembangan ilmu pengetahuan modern harus dikembangkan dalam pola pikir abductive pluralistic (Abdullah, 2000: 88-94).
F. KESIMPULAN
Untuk sanggup mewujudkan etika bisnis dalam membangun tatanan bisnis yang Islami yaitu:
G. DAFTAR PUSTAKA
Al-Asfahani, Al-Raghib, tt. Mu’jam Mufradat Alfad al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Maraghi, Mustafa.1998, Tafsir Al- Maraghi, Semarang: Toha Putra.
As-Sahdr, M. Baqir, 1993. Sejarah dalam Persfektif al-Qur’an, sebuah anali-sis, Jakarta: Pustaka Hidayah.
Beekun, Rafiq Issa, 1997. Islamic Business Ethict, Virginia: International In- stitute of Islamic Thought.
George, Ricard T De, 1986. Business Ethics, New Jersey: Prentice Hall, Engle- wood Cliffs.
Husin Anis: Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami, Bandung: Mizan.
Keraf, A.Sonny, 1998. Etika Bisnis, Jakarta, Kanisius.
Ma’luf, Lewis, tt. al-Munjid , Beirut: Dar al-Katholikiyah.
Munawwir, Ahmad Warson. 1984, Kamus al- Munawwir, Yogyakarta: PP Krapyak.
Naqvi, Syed Nawab, 1993. Ethict and Eco- nomics: An Islamic Syntesis, diterjemahkan oleh
Rahardjo, Dawam, 1990. Etika Ekonomi dan Manajemen, Yogyakarta : Tiara Wacana.
Rahman, Fazlur, 1992. Membangkitkan Kembali Visi al-Qur’an: Sebuah catatan Otobiograif, Jurnal Hikmah No IV juli Oktober
Suwantoro, 1990. Aspek-aspek Pidana di Bidang Ekonomi, Jakarta: Ghalia.
Demikian contoh makalah etika bisnis dalam perspektif islam. Bahasan poin C dan D sengaja kami uraikan dalam artikel tersediri untuk menghindari penulisan artikel yang terlalu panjang. Semoga sanggup memberi manfaat dan memperluas wawasan.
A. PENDAHULUAN
Bisnis telah menjadi aspek penting dalam hidup manusia. Sangat masuk akal kalau Islam memberi tuntunan dalam bidang usaha. Usaha mencari laba sebanyak-banyaknya bahkan ditempuh dengan cara tidak etis telah menjadi kesan bisnis yang tidak baik. Etika bisnis sangat urgen untuk dikemukakan dalam periode globalisasi yang terjadi di aneka macam bidang dan kerap mengabaikan nilai-nilai etika dan moral. Oleh karenanya, Islam sangat menekankan supaya acara bisnis tidak semata-mata sebagai alat pemuas impian tetapi lebih pada upaya membuat kehidupan seimbang disertai sikap faktual bukan destruktif. Penulisan makalah ini bertujuan mengkaji etika bisnis dari sudut pandang Al Qur’an dalam upaya membangun bisnis Islami menghadapi tantangan bisnis di masa depan. Kesimpulannya, Bisnis dalam perspektif Al Qur’an disebut sebagai acara yang bersifat material sekaligus immaterial. Suatu bisnis bernilai kalau secara seimbang memenuhi kebutuhan material dan spiritual, jauh dari kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Akan tetapi mengandung nilai kesatuan, keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, kebenaran, kebajikan dan kejujuran.
Al Qur’an sebagai sumber nilai, telah menawarkan nilai-nilai prinsipil untuk mengenali perilaku-perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai al-Qur’an khususnya dalam bidang bisnis. Awalnya, etika bisnis muncul ketika kegiatan bisnis kerap menjadi sorotan etika. Menipu, mengurangi timbangan atau takaran, ialah contoh- pola konkrit kaitan antara etika dan bisnis. Fenomena-fenomena itulah yang mengakibatkan etika bisnis menerima perhatian yang intensif sampai menjadi bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri. (George, 1986: 43). Bisnis telah ada dalam sistem dan struktur dunianya yang baku untuk mencari pemenuhan hidup. Sementara, etika merupakan disiplin ilmu yang berisi patokan-patokan mengenai apa-apa yang benar atau salah, yang baik atau buruk, sehingga dianggap tidak seiring dengan sistem dan struktur bisnis (Rahardjo,1995:2). Kesangsian-kesangsian inilah yang melahirkan mitos bisnis amoral atau tak beretika
B. Etika dan Bisnis Dalam Islam
Al-Qur’an dari sudut pandang isinya, lebih banyak membahas tema-tema ihwal kehidupan insan baik pada tataran individual maupun kolektivitas. Hal ini dibuktikan bahwa, tema pertama dan tema terakhir dalam al- Qur’an ialah mengenai sikap insan (Rahman, 1992: 59). Etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti sopan santun istiadat atau kebiasaan (Sonny Keraf, 1991: 14). Dalam pemahaman umum, etika selalu dikaitkan dengan kebiasaan hidup yang baik, yang berlaku pada diri sendiri, dan pada masyarakat. Dalam pengertian yang lain, etika diartikan sebagai sistem atau arahan yang dianut (Dahlan Yacub,2001:154). Terminologi lain yang bersahabat dengan pengertian etika, ialah moralitas. Term ini berasal dari bahasa Latin mos, dan bentuk jamaknya mores, yang berarti sopan santun istiadat atau kebiasaan. Walaupun terminologi ini berasal dari dua bahasa yang berbeda, kedua-duanya mempunyai titik temu, yaitu sopan santun kebiasaan yang baik yang harus dijunjung tinggi oleh individu atau masyarakat. Oleh alasannya ialah itu, individu atau kelompok masyarakat yang tidak menjunjung tinggi nilai tersebut sanggup dikatakan tidak beretika atau tidak bermoral. Dalam bahasa Arab, kata etika atau moralitas disebut al-khuluq dan jamaknya al-akhlaq , yang berarti perjuangan insan untuk membiasakan diri dengan sopan santun istiadat yang baik, mulia dan utama (Al-Raghib,tt:159) Terminologi al-khuluq itu sendiri berasal dari kata dasar al-khalq, yang berarti membuat (Lewis,tt: 520). Dengan demikian seseorang dikatakan berakhlak atau bermoral yang baik, alasannya ialah ia membiasakan diri dengan sopan santun istiadat yang baik, yang seolah-olah ia dilahirkan dan diciptakan dalam keadaan demikian.
Kemudian, bagaimanakah pandangan Al Qur’an ihwal bisnis? Bisnis merupakan salah satu hal yang amat penting dalam kehidupan manusia. Tidak heran kalau Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW memberi tuntunan menyeluruh berkaitan dengan interaksi dalam bidang perjuangan dagang. Rasulullah SAW yang diutus oleh Allah SWT sebagai penyempurna sopan santun juga memberi tuntunan yang berkaitan dengan bisnis. Al-Qur’an dalam mengajak insan untuk mempercayai dan mengamalkan tuntutan-tuntutannya dalamsegala aspek kehidupan seringkali memakai istilah- istilah yang dikenal dalam dunia bisnis, ibarat jual-beli, untung-rugi dan sebagai- nya (al-Taubah, 9: 111). Dari sudut pandang terminologi ihwal bisnis, Al-Qur’an mempunyai istilah-istilah yang mewakili apa yang dimaksud dengan bisnis. Diantaranya ialah al- tijarah, al-bai’u, tadayantum, dan isytara. Istilah tijarah, berawal dari kata dasar tajara, tajran wa tijaratan, yang bermakna berdagang, berniaga. At-tijaratun walmutjar; perdagangan, perniagaan, atti-jariyy wal mutjariyy; mengenai perdagangan atau perniagaaan (al-Munawwir, 1984: 139). Istilah di atas dipahami dalam dua sisi. Pertama, dipahami dengan perdagangan yaitu pada surat al-Baqarah: 282. Kedua, dipahami dengan perniagaan dalam pengertian umum.
Yang menarik dalam pengertian-pengertian ini, dihubungkan dengan konteksnya masing-masing ialah bahwa pengertian perniagaan tidak hanya berafiliasi dengan hal-hal yang bersifat material, tetapi kebanyakan dari pengertian perniagaan lebih tertuju kepada hal yang bersifat immaterial-kualitatif. Yang menunjukkan makna perniagaan dalam konteks material contohnya disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Taubah: 24, an-Nur: 37, al-Jumu’ah: 11. Adapun perniagaan dalam konteks material sekaligus immaterial terlihat pada pemahaman tijarah dalam beberapa ayat Al-Qur’an yaitu dalam surat Fatir: 29. Demikian pula istilah al-bai’ dipakai al-Qur’an, dalam pengertian jual beli yang halal, dan larangan untuk memperoleh atau berbagi harta benda dengan jalan riba. (al-Baqarah: 275).
Adapun istilah baya’tum, bibai’ikum (al-Taubah 9:111) dan tabaya’tum (al- Baqarah: 282), dipakai dalam pengertian jual beli yang dilakukan dengan ketelitian dan dipersaksikan dengan terbuka dan dengan tulisan. Jual beli di sini tidak hanya berarti jual beli sebagai aspek bisnis tetapi juga jual beli antara insan dan Allah yaitu ketika insan melaksanakan jihad di jalan Allah, mati syahid, menepati perjanjian dengan Allah, maka Allah membeli diri dan harta orang mukmin dengan syurga. Jual beli yang demikian dijanjikan oleh Allah dengan syurga dan disebut kemenangan yang besar. Uraian di atas menjelaskan bahwa, pertama, al-Qur’an menawarkan tuntunan bisnis yang terang yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari laba sesaat, melainkan mencari laba yang hakiki baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya. Kedua, Keuntungan bisnis berdasarkan al-Qur’an bukan semata- mata bersifat material tetapi bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih mengutamakan hal yang bersifat immaterial atau kualitas. Ketiga, bahwa bisnis bukan semata- mata berafiliasi dengan insan tetapi juga berafiliasi dengan Allah.
C. Perilaku Bisnis Yang Menyimpang Menurut Al Qur’an
D. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam
E. Upaya Mewujudkan Etika Bisnis Islami Menghadapi Tantangan Bisnis Masa Depan
Karena itu upaya mewujudkan etika bisnis untuk membangun bisnis yang islami yang harus di lakukan ialah pertama, suatu rekonstruksi kesadaran gres ihwal bisnis. Pandangan bahwa etika bisnis sebagai bab tak terpisahkan atau menyatu merupakan struktur mendasar sebagai perubah terhadap anggapan dan pemahaman ihwal kesadaran sistem bisnis amoral yang telah memasyarakat. Bisnis dalam al-Qur’an disebut sebagai acara yang bersifat material sekaligus immaterial. Sehingga suatu bisnis sanggup disebut bernilai, apabila kedua tujuannya yaitu pemenuhan kebutuhan material dan spiritual telah sanggup terpenuhi secara seimbang. Dengan pandangan kesatuan bisnis dan etika, pemahaman atas prinsip-prinsip etika Suatu bisnis bernilai, apabila memenuhi kebutuhan material dan spiritual secara seimbang, tidak mengandung kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Akan tetapi mengandung nilai kesatuan,keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, kebenaran, kebajikan dan kejujuran, dengan demikian etika bisnis sanggup dilaksanakan oleh siapapun. kedua, yang patut dipertimbang- kan dalam upaya mewujudkan etika bisnis untuk membangun tatanan bisnis yang Islami yaitu diharapkan suatu cara pandang gres dalam melaksanakan kajian-kajian keilmuan tentnag bisnis dan ekonomi yang lebih berpijak pada paradigma pendekatan normative etik sekaligus empirik induktif yang mengedepankan penggalian dan pengembangan nilai-nilai Al Qur’an, supaya sanggup mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang semakin cepat. Atau dalam kategori pengembangan ilmu pengetahuan modern harus dikembangkan dalam pola pikir abductive pluralistic (Abdullah, 2000: 88-94).
F. KESIMPULAN
Untuk sanggup mewujudkan etika bisnis dalam membangun tatanan bisnis yang Islami yaitu:
- Bisnis baik sebagai acara individual, organisasi atau perusahaan, bukan semata-mata bersifat duniawi. Akan tetapi sebagai acara yang bersifat material sekaligus immaterial. Suatu bisnis bernilai apabila memenuhi kebutuhan material dan spiritual secara seimbang, tidak mengandung kebatilan, kerusakan dan kezaliman tetapi mengandung nilai kesatuan, keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, kebenaran, kebajikan dan kejujuran. Sehingga dengan ketiga prinsip landasan praktek mal bisnis diatas, sanggup dijadikan tolok ukur apakah suatu bisnis masuk ke dalam wilayah yang bertentangan dengan etika bisnis atau tidak. Pahami pula pengertian dan prinsip etika bisnis.
- Diperlukan suatu cara pandang gres dalam melaksanakan kajian-kajian keilmuan ihwal bisnis dan ekonomi yang lebih berpijak pada paradigma pendekatan normatif etik sekaligus empirik induktif yang memprioritaskan penggalian dan pengembangan nilai-nilai Al Qur’an, supaya sanggup mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang terus berlangsung
G. DAFTAR PUSTAKA
Al-Asfahani, Al-Raghib, tt. Mu’jam Mufradat Alfad al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Maraghi, Mustafa.1998, Tafsir Al- Maraghi, Semarang: Toha Putra.
As-Sahdr, M. Baqir, 1993. Sejarah dalam Persfektif al-Qur’an, sebuah anali-sis, Jakarta: Pustaka Hidayah.
Beekun, Rafiq Issa, 1997. Islamic Business Ethict, Virginia: International In- stitute of Islamic Thought.
George, Ricard T De, 1986. Business Ethics, New Jersey: Prentice Hall, Engle- wood Cliffs.
Husin Anis: Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami, Bandung: Mizan.
Keraf, A.Sonny, 1998. Etika Bisnis, Jakarta, Kanisius.
Ma’luf, Lewis, tt. al-Munjid , Beirut: Dar al-Katholikiyah.
Munawwir, Ahmad Warson. 1984, Kamus al- Munawwir, Yogyakarta: PP Krapyak.
Naqvi, Syed Nawab, 1993. Ethict and Eco- nomics: An Islamic Syntesis, diterjemahkan oleh
Rahardjo, Dawam, 1990. Etika Ekonomi dan Manajemen, Yogyakarta : Tiara Wacana.
Rahman, Fazlur, 1992. Membangkitkan Kembali Visi al-Qur’an: Sebuah catatan Otobiograif, Jurnal Hikmah No IV juli Oktober
Suwantoro, 1990. Aspek-aspek Pidana di Bidang Ekonomi, Jakarta: Ghalia.
Demikian contoh makalah etika bisnis dalam perspektif islam. Bahasan poin C dan D sengaja kami uraikan dalam artikel tersediri untuk menghindari penulisan artikel yang terlalu panjang. Semoga sanggup memberi manfaat dan memperluas wawasan.
0 Response to "Contoh Makalah Adat Bisnis Dalam Perspektif Islam"
Post a Comment